Kamis, 19 Juni 2014

Pendidikan Multikultural




            Pada 1963 presiden John Kennedy mengatakan “ Perdamaian adalah proses harian, mingguan, bulanan, dalam opini yang terus berubah, pelan-pelan menggerus rintangan lama, diam-diam membangun struktur baru”. Ketegangan etnis dan kultural kerap kali mengancam perdamaian. Pendidikan multukultural diharapkan dapat memberi sumbangan untuk mewujudkan apa yang diinginkan oleh pemimpin hak-hak sipil Marthin Luther King.
             Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan yang mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok kultural.Tujuan penting dari pendidikan multikultural:
·         Pemerataan kesempatan bagi semua murid
·         Memperempit gap prestasi akademi antara murid kelompok utama dan minoritas
            Pendidikan multikultural muncul dari gerakan hak-hak sipil pada 1960-an dan gerakan untuk pemerataan kesetaraan dan keadilan sosial dalam masyarakat untuk wanita serta orang kulit berwarna. Sebagai sebuah bidang pendidikan multikultural mencakup isu-isu yang berkaitan dengan status sosioekonomi, etnisitas, dan gender. Komponen utama dari pendidikan multikultural:
·         Reduksi prasangka adalah aktivitas yang dapat diimplementasikan guru dikelas untuk mengeliminasi pandangan negatif dan stereotip terhadap orang lain.
·         Pedagogi ekuitas adalh modifikasi proses pengajaran dengan memasukkan materi dan strategi pembelajaran yang tepat baik itu untuk anak laki-laki maupun perempuan dan untuk semua kelompok etnis.
           
            Memberdayakan Murid
            Istilah pemberdayaan (empowerement) berarti memberi orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil.
Pada tahun 1960-an sampai 1980-an, pendidikan multikultural dititikberatkan pada usaha memberdayakan murid dan memperbaiki dan memperbaiki representasi kelompok minoritas dan kultural dalam kurikulum dan buku ajar. Menurut pandangan ini, sekolah harus memberi murid kesempatan untuk belajar tentang pengalaman, perjuangan, dan visi dari berbagai kelompok etnis yang berbeda-beda. Harapannya adalah:
·         Meningkatkan rasa harga diri minoritas
·         Mengurangi prasangka
·         Memberikan kesempatan pendidikan yang lebih setara
·         Membantu untuk lebih toleran kepada kelompok minoritas
            Sonia Nieto (1922), seorang keturunan Puerto Rico yang besar di New York City, percaya bahwa pendidikannya membuat latar belakang kulturalnya terlihat buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut:
·         Kurikulum sekolah harus jelas antirasis dan antidiskriminasi
·         Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan  murid
·         Murid harus dilatih untuk lebih sadar budaya (kultur). Ini berarti mengajak murid untuk lebih terampil dalam menganalisis kultur dan lebih menyadari faktor historis, sosial, dan politik yang membentuk pandangan mereka tentang kultur dan etnis
           
            Pengajaran yang Relevan Secara Kultural
            Pengajaran yang relevan secara kultural adalah aspek penting dari pendidikan multikultural. Pengajaran ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latarbelakang kultural dari pelajar. Pakar pendidikan multikultural percaya bahwa guru yang baik akan mengetahui dan mengintegrasikan pengajaran yang relevan secara kultural kedalam kurikulum karena akan membantu pengajaran menjadi lebih efektif.
           
            Meningkatkan Hubungan di Antara Anak dari Kelompok Etnis yang Berbeda-beda
            Ada sejumlah strategi dan program untuk meningkakan hubungan antar anak dari kelompok etnis yang berbeda-beda.
1.      Kelas Jigsaw
Kelas dimana murid dari berbagai latar belakang kultural yang berbeda diminta untuk bekerja sama untuk mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk meraih tujuan yang sama.
2.      Kontak Personal dengan Orang Lain dari Latar Belakang yang Berbeda
3.      Pengambilan Perspektif
Latihan dan aktivitas yang membatu murid melihat perspektif orang lain dapat meningkat relasi antar etnis.
4.      Pemikiran Kritis dan Inteligensi Emosional
Murid yang belajar berpikir secara mendalam dan kritis tentang relasi antar-etnis kemungkinan akan berkurang prasangkanya dan tak lagi menstreotipkan orang lain
5.      Mengurangi Bias
Louise Derman-Sparks dan Anti-Bias curriculum task Force (1989) menciptakan sejumlah alat untuk membantu anak mengurangi, mengelola, atau bahkan mengeliminasi bias. Berikut ini beberapa strategi antibias yang direkomendasikan untuk guru:
o   Memasang gambar anak dari berbagai latar belakang etnis
o   Pemilihan materi drama, seni, dan aktivitas kelas yang meperkaya pemahaman etnis
o   Menggunakan boneka “persona” untuk anak kecil
o   Menolak stereotip dan diskriminasi
o   Membangun dialog antara guru dan orangtua

Kamis, 12 Juni 2014

PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI



            Apa sih yang dimaksud dengan pedagogi dan andragogi???????
          
  Sebelum menuliskan pengertiannya, saya sebenarnya juga baru dengar yang namanya pedagogi dan andragogi pada mata kuliah Psikologi Pendidikan. Sekarang kita akan membahasnya pengertiannya serta pengalaman yang terkait dengan kedua hal tesrsebut.
1.      Pedagogi
Pedagogi berasal dari bahasa Yunani “paedagogia“ yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedang paedagogos ialah seorang pelayan pada jaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak sekolah. Paedagagos berasal dari kata “paid” yang artinya “anak” dan “agogos”yang artinya “memimpin atau membimbing”. Dari kata ini maka lahir istilah paedagogi yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni dalam mengajar anak-anak. Dan dalam perkembangan selanjutnya istilah paedagogi berubah menjadi ilmu dan seni mengajar.
2.       Andragogi
Dalam pengertian paedagogi seperti tersebut di atas, timbul pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Kalau demikian, bagaimana dengan perubahan-perubahan yang terjadi, seperti inovasi dalam teknologi, perubahan-perubahan dalam sistem ekonomi, politik dan sebagainya, yang begitu cepat terjadi di jaman modern ini.
Untuk menjawab tersebut di atas, maka ada teori pendidikan baru yang dikenal dengan teori mengenai cara mengajar orang dewasa atau disebut dengan andragogi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani yaitu “andra” yang artinya orang dewasa, dan “agogos” yang artinya membimbing atau memimpin. Dari arti kata tersebut, berkembang pengertian bahwa andragogi adalah suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.

Nah, sekarang kita sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan pedagogi dan apa yang dimaksud dengan andragogi. Selanjuntnya saya akan membahas pengalaman yang terkait dengan  pedagogi tersebut.
Seperti yang sudah kita ketahui pedagogi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengajar anak-anak. Pada pedagogi dikatakan bahwa anak sangat tergantung kepada pihak lain, hampir seluruh kehidupannya diatur oleh orang dewasa, baik di rumah, di sekolah, maupun di tempat lain. Oleh karena itu pada pedagogi, peserta didik dianggap masih belum mampu untuk mengatur dirinya sendiri. Anak didik dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi air. Dan ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan terhadap anak ini diibaratkan seperti memahat sebuah patung. Baik botol maupun patung adalah suatu gambaran dari anak didik yang siap menerima apa adanya dari sang pendidik, tanpa harus memberikan komentar, atau mengembangkan sendiri.
Seperti pengalaman saya semasa sekolah dari SD sampai SMA guru sangat berperan penting dalam mendidik para siswanya karena dalam hal ini proses belajar mengajar masih berpusat kepada guru yang mana materi pelajaran ataupun buku yang akan digunakan masih guru yang menyediakan. Siswa hanya sebagai penerima saja dan rata-rata hanya bersifat pasif sebab kalau tidak ada diperintahkan guru murid tidak akan mengerjakan. Sewaktu SMP saat pelajaran matematika kami tidak pernah membaca buku dan mencoba mengerjakan latihan-latihan yang ada dirumah. Hal ini juga sama dengan mata pelajaran lainnya kami tidak pernah mencoba mengerjakan tugas kalau tidak diperintahkan. Pada saat mata pelajaran matematika tersebut guru harus menjelaskan dulu materinya baru memberikan contoh sedetail-detailnya. Selanjutnya kami akan disuruh mengerjakan latihan yang diberikan guru tersebut. Dengan soal sedemikian rupa beserta sederet rumusnya kami akn mencoba mengerjakannya. Namun,  kami tidak akan berusaha memecahkan soal tersebut dengan sungguh-sungguh kalau guru tidak mengatakan siapa tercepat mengumpul soal dan benar akan diberikan nilai plus. Dalam hal ini kami sangat bergantung dengan apa yang diberikan guru.  Hal ini juga membuktikan bahwa kesiapan untuk belajar pada anak-anak masih relatif rendah, karena umumnya mereka masih relatif suka bersenang-senang, bermain dan sebagainya, begitu juga tuntutan mereka tidak terlalu besar.